PERSPEKTIF FORCE MAJEURE DAN REBUS SIC STANTIBUS DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA

Niru Anita Sinaga

Sari


Abstrak :

Peranan kontrak sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kontrak adalah: Kesepakatan para pihak tentang sesuatu hal yang melahirkan perikatan/hubungan hukum, menimbulkan hak dan kewajiban, apabila dilanggar menimbulkan sanksi. Sahnya kontrak harus memenuhi Pasal 1320 KUHPerdata. Kontrak didasarkan pada asas-asas yang berfungsi sebagai pedoman pelaksanaan kontrak. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata; "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya". Para pihak bebas membuat isi kontrak asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Kontrak melahirkan perikatan yang menimbulkan akibat hukum bagi para pihak yaitu timbulnya hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan dengan itikad baik. Kontrak yang sudah dibuat dengan memenuhi persyaratan, belum pasti menjamin terlaksana dengan baik (terjadi wanprestasi). Wanprestasi bisa terjadi karena: Kesalahan dapat berupa kelalaian atau kesengajaan, force majeure dan rebus sic stantibus. Force majeure adalah suatu keadaan di mana salah satu pihak dalam suatu perikatan tidak dapat memenuhi seluruh atau sebagian kewajibannya sesuai apa yang di perjanjikan, disebabkan adanya suatu peristiwa di luar kendali salah satu pihak yang tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan, di mana pihak yang tidak memenuhi kewajibannya ini tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung risiko. Konsep force majeure ditemukan dalam: Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata, juga mengacu pada Pasal 1444 dan 1445 KUHPerdata. Ditemukan juga dalam peraturan perundang-undangan, yurisprudensi dan putusan pengadilan serta berdasarkan pendapat ahli. Terjadinya peristiwa force majeure menimbulkan suatu akibat baik terhadap perikatan maupun terhadap risiko. Force majeure mensyaratkan adanya itikad baik. Clausula rebus sic stantibus adalah asas hukum yang menyatakan bahwa suatu kontrak tidak lagi berlaku akibat perubahaan keadaan yang mendasar. Asas rebus sic stantibus telah menjadi bagian dari asas hukum umum sama halnya dengan asas-asas hukum yang lainnya dalam hukum (kontrak) internasional. Di Indonesia doktrin ini lebih dikenal di dalam hukum (kontrak) internasional dan sedikit di dalam hukum asuransi. Dalam peraturan perundangan Indonesia, keberadaan clausula rebus sic stantibus mendapatkan pengakuan dalam Pasal 18 c Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian internasional. Indonesia telah meratifikasi The UNIDROIT Principles of International Commercial Contracts (UPICC) melalui Peraturan Presiden RI No. 59 Tahun 2008 sebagai salah satu upaya untuk harmonisasi hukum atau pengaturan dalam hukum kontrak internasional, Dalam UNIDROIT terdapat asas-asas, antara lain: Asas pacta sunt servanda dan asas rebus sic stantibus istilah yang dipakai adalah hardship clauses (klausul kesulitan). Dalam KUHPerdata tidak ada mengatur tentang clausula rebus sic stantibus, yang ada adalah mengatur tentang force majeure. Walaupun secara khusus clausula rebus sic stantibus belum diatur, dengan mencermati perkembangan yang terjadi sangat mungkin secara diam-diam kita sebenarnya sudah mengadopsi doktrin tersebut dan menerapkannya di dalam berbagai kasus di pengadilan. Clausula rebus sic stantibus dibutuhkan terutama untuk kontrak jangka panjang dengan nilai yang sangat tinggi bertujuan untuk mengatasi kesulitan atau kegagalan berkontrak (frustation). Dalam praktiknya terdapat banyak permasalahan-permasalahan terkait dengan force majeure dan rebus sic stantibus. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor, antara lain: Berkaitan dengan substansi, struktur, dan budaya (kultur) hukum. Penelitian ini membahas tentang: Bagaimana pengaturan force majeure dan rebus sic stantibus dalam sistem hukum Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dibutuhkan adanya solusi agar tercipta apa yang menjadi tujuan dari pembuatan kontrak yaitu terwujudnya keadilan bagi para pihak.

 Kata kunci : Kontrak, Force Majeure, Rebus Sic Stantibus.

 

Abstract :

The role of contracts is very important in everyday life. Contract is: Agreement of the parties regarding something that gives birth to a legal engagement / relationship, gives rise to rights and obligations, if it is violated it will lead to sanctions. The validity of the contract must comply with Article 1320 of BW. Contracts are based on principles that serve as guidelines for contract performance. Article 1338 paragraph (1) of BW; "All agreements made legally act as laws for those who make them". The parties are free to make the contents of the contract as long as it doesn’t violate the law, decency and public order. The contract gives birth to an agreement that has legal consequences for the parties, namely the emergence of rights and obligations which must be carried out in good faith. A contract that has been made fulfilling the requirements is not certain to guarantee that it will be executed properly (default occurs). Default can occur due to: Errors can be in the form of negligence or deliberate action, force majeure and rebus sic stantibus. Force majeure is a situation in which one of the parties in an engagement can’t fulfill all or part of its obligations as agreed, due to an event beyond the control of one of the parties that can’t be known or can’t be predicted will occur at the time of making the engagement. , where the party that doesn’t fulfill this obligation can’t be blamed and doesn’t have to bear the risk. The concept of force majeure is found in: Articles 1244 and 1245 of BW, also refers to Articles 1444 and 1445 of BW. It is also found in statutory regulations, jurisprudence and court decisions and based on expert opinion. The occurrence of force majeure events has an effect both on the engagement and on the risks. Force majeure requires good faith. Clausula rebus sic stantibus is a legal principle which states that a contract is no longer valid due to a change in fundamental circumstances. The principle of rebus sic stantibus has become part of the principle of general law as well as other legal principles in international law (agreement). In Indonesia this doctrine is better known in international law (agreement) and less in insurance law. In Indonesian legislation, the existence of the clause rebus sic stantibus is recognized in Article 18 c of Law Number 24 of 2000 concerning International Treaties. Indonesia has ratified The UNIDROIT Principles of International Commercial Contracts (UPICC) through Presidential Regulation of the Republic of Indonesia No. 59 year 2008 as an effort to harmonize laws or regulations in international contract law, UNIDROIT has principles, including: Pacta sunt servanda principle and rebus sic stantibus, the term used is hardship clauses (difficulty clauses). In the BW (burgerlijk wetboek), there is no regulation on clauses of rebus sic stantibus, only about force majeure. Although in particular the clauses of rebus sic stantibus have not been regulated, by looking at the developments that have occurred, it is very possible that we have actually adopted this doctrine secretly and applied it in various cases in court. The rebus sic stantibus of clausula is needed especially for long-term contracts with very high value aimed at overcoming the difficulty or failure of the contract (frustation). In practice, there are many problems related to force majeure and rebus sic stantibus. This is influenced by various factors, including: Relating to the substance, structure, and culture of law. This research discusses: How to regulate force majeure and rebus sic stantibus in the Indonesian legal system. The research method used is normative juridical. To overcome this problem, a solution is needed in order to create what is the goal of making a contract, namely the realization of justice for the parties.

 Keywords: Contract, Force Majeure, Rebus Sic Stantibus.


Teks Lengkap:

PDF

Referensi


Buku

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung; Penerbit Alumni, 1982.

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Yogyakarta: LaksBang: Mediatama, 2008.

Bayu Seto Hardjowahono (Ketua Tim), Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Hukum Kontrak, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Ham RI, 2013.

Duane R. Monette Thomas J. Sullivan, Cornell R. Dejong, Aplied Social Research, Chicago, San Fransisco: halt, Reinhart and Winston Inc. 1989.

Friedman, M. Lawrence, American Law An Introduction, penerjemah Whisnu Basuki, Jakarta: Tata Nusa, 2001.

Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Yogyakarta: Liberty, 1984.

Huala Adolf, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, Bandung: Refika Aditama, 2006.

Johannes Ibrahim & Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern, Cet. 2, Bandung: PT. J. Satrio, Hukum Perjanjian, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992.

Refika Aditama, 2007.

………, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Buku 1, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995.

Mariam Darus Badrulzaman, Sutan Remy Sjahdeni, Heru Soepraptomo, H. Faturrahman Djamil, Tary- ana Soenandar, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

M Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju,1994.

Rahmat S.S. Soemadipradja, Penjelasan Hukum tentang Keadaan Memaksa (Syarat-syarat pembatalan perjanjian yang disebabkan keadaan memaksa / force majeure), Cet.1, Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010.

R. Subekti. Hukum Perjanjian, Jakarta: PT Intermasa, 1992.

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung: Binacipta, 1994.

Salim H.S., Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Cet.7, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Soedjono Dirdjosisworo, Kontrak Bisnis, Menurut Sistem Civil Law, Common Law dan Praktek Dagang Intemasional, Bandung: Mandar Maju, 2003.

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Sri Gambir Melati Hatta, Beli Sewa Sebagai Perjanjian Tak Bernama: Pandangan Masyarakat dan Sikap Mahkamah Agung Indonesia, Cet. 2, Bandung: Alumni, 2000.

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata, Hukum Perutangan, Bagian A, Jogyakarta: Seksi Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1980.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 1999.

Taryana Soenandar, Prinsip-Prinsip UNIDROIT sebagai Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Peraturan Perundang-Undangan

KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek) Terjemahan R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Jakarta: Pradnya Paramita, Cet. 38, 2007.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional.

Kamus

Henry Campbell Black, Black Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing Co, St. Paul Minn, 1990.

Internet

Akhmad Budi Cahyono, dalam “Talkshow memperingati hari Kartini dengan tema: Dapatkah Force Majeure dan Asas Rebus Sic Stantibus Diterapkan dalam Bencana Covid-19?” yang diselenggarakan Ikatan Alumni Fakultas Hukum Indonesia (Iluni FHUI) pada Rabu tanggal 22 April 2020.

Harry Purwanto, Keberadaan Asas Rebus Sic Stantibus dalam Perjanjian Internasional”, http://mimbar.hukum.ugm.ac.id/index.php/jmh/article/viewFile/356/210, hlm. 110.

Shidarta, Force Majeure dan Clausula Rebus Sic Stantibus, tersedia di: https://business-law.binus.ac.id/2020/04/24/force-majeure-dan-clausula-rebus-sic-stantibus/ (24 April 2020), mengutip Aziz T Saliba, Rebus sic stantibus: A Comparative Survey, (Murdoch University Electronic Journal of Law, 2001)

Suherman, Perkembangan Asas Rebus Sic Stantibus (Perubahan Keadaan Yang Fundamental) Dalam Hukum Positif Di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta, 2016, Hlm,5, Https://Ejournal.Upnvj.Ac.Id/Index.Php/Yuridis/Article/View/167




DOI: https://doi.org/10.35968/jh.v11i1.648

Refbacks

  • Saat ini tidak ada refbacks.


Indexed by: